Meninjau Pentingnya Pendidikan pada Masa Kepemimpinan Muhammad Al Fatih -->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Meninjau Pentingnya Pendidikan pada Masa Kepemimpinan Muhammad Al Fatih

Senin, 07 Agustus 2023 | 10.04.00 WIB Last Updated 2023-08-07T03:04:59Z

Aulia Hanifah/Foto: Istimewa*


Penulis: Aulia Hanifah 

POJOKINSPIRA.COM -- Tujuan dari diciptakan manusia di muka bumi ini tidak lain adalah untuk menjadi seorang khalifah atau pemimpin. Tetapi, seorang pemimpin harus bisa menjadi uswatun hasanah baik bagi rakyatnya, bawahanya, maupun keluarganya. Maka dari itu sebelum memilih pemimpin alangkah lebih baiknya mengetahui kriteria pemimpin yang baik itu seperti apa. 


Dalam perspektif Al-Quran kriteria pemimpin adalah 1) beriman (Q.S. Al-Anbiya: 73) yang dimaksud beriman di sini yaitu senantiasa berbuat baik, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, dan mengabdikan dirinya semata-mata hanya karena Allah, 2) adil dan amanah (Q.S. Shad:26) adil yang dimaksud ialah adil dalam menetapkan suatu hukum dan amanah yang diartikan sebagai tanggung jawab, tanggung jawab manusia kepada Tuhannya, kepada sesama manusia, dan terhadap dirinya, 3) Rasuliy yang berarti memiliki kepribadian seperti Rasul yang artinya seorang pemimpin itu harus sudah menjalani tahapan seleksi yaitu memiliki beribu-ribu pengalaman, dapat memberantas berbagai kebatilan, bisa dijadikan teladan bagi rakyatnya (Hamzah, 2018).

Setelah mengetahui kriteria pemimpin yang baik tentunya lebih mudah memilih dan menjadikan seseorang untuk menjadi panutan hidup. 


Siapa yang tidak mengenal sultan dari kerajaan Usmani, Mehmed II atau yang dikenal dengan sebutan Muhammad Al-Fatih seorang penakluk Konstantinopel yang pada saat itu diprakarsai oleh Kaisar Romawi Timur. Di mana pada saat itu tidak ada seorangpun yang berhasil menaklukkan Konstantinopel. Ia naik tahta semenjak Ayahnya, Sultan Murad II wafat. Muhammad Al-Fatih ini adalah seorang yang tekun dan cerdas sehingga mampu menaklukkan Konstantinopel dengan menyiapkan strategi secara matang dan tentunya belajar dari kegagalan yang pernah dialami oleh sultan-sultan sebelumnya dalam menaklukkan Konstantinopel.


Semenjak kecil Muhammad Al Fatih terkenal dengan ketekunannya dalam mempelajari ilmu Agama. Di antaranya yaitu ilmu hadis, fiqh, dan beliau ini mampu menghafal Al-Quran. Jika dibandingkan dengan teman-temanya, saat menginjak remaja dia terlihat unggul dalam mempelajari ilmu di Madrasah al-Umara, dia memiliki kecenderungan dalam mempelajari kitab-kitab sejarah dan dalam menguasai bahasa.


Pada saat berusia kurang dari 17 tahun dia mampu berbicara menggunakan bahasa Arab, Turki dan Persia ia juga pandai dalam melakukan percakapan menggunakan bahasa Prancis, Yunani, Serbia, Hebrew, dan Latin. 


Tidak hanya itu ia juga ahli dalam berbagai ilmu yaitu ilmu geografi dan ilmu sejarah, syair dan puisi, seni, serta ilmu teknik terapan Mehmed (Ridwan, 2020).

Dari pernyataan di atas membuktikan bahwa sultan Muhammad Al-Fatih merupakan sultan yang memiliki kegigihan sekaligus pencinta ilmu. Bahkan beliau banyak menimba ilmu dari banyak guru.  Dalam usaha penaklukan Konstantinopel Muhammad Al Fatih berhasil menghimpun 250.000 prajurit yang diberikan pelatihan dengan sungguh-sungguh dan selalu diingatkan akan pesan Rasulullah mengenai betapa pentingnya Konstantinopel bagi kejayaan Islam. 


Sultan Muhammad Al-Fatih juga mengingatkan para pasukannya dengan menyampaikan khutbah yang berisi mengingatkan akan kelebihan jihad, meluruskan niat, harapan kemenangan hanya kepada Allah. 


Sudah jelas bukan bahwa Muhammad Al Fatih ini sangat mengutamakan ilmu dengan memberikan pendidikan terlebih dahulu kepada prajuritnya sebelum berperang. Hal ini, menjadi sebuah fakta bahwa pendidikan berperan penting dalam segala aspek baik dari segi kepemimpinan maupun segi peperangan. 


Hal yang paling menonjol dari kepemimpinan Muhammad Al Fatih ini, beliau selalu menekankan kepada prajuritnya bahwa harus selalu melibatkan Allah dalam segala urusan.


Jika ditinjau secara mendalam dari kepemimpinan Muhammad Al Fatih dalam menaklukan Konstantinopel terkandung nilai-nilai pendidikan di dalamnya yaitu terdapat proses mengamalkan sunnah, diikuti dengan sikap tawadhu, kemudian menanamkan kerelaan mati dalam keadaan syahid,  selalu khusu’ , senantiasa bertaqarrub kepada Allah, berdoa setiap saat, memiliki sikap lemah lembut, senantiasa berperilaku baik kepada penduduk, menyiarkan agama, mempunyai  akidah yang kuat, juga mempunyai komitmen yang tulus (Ridwan, 2020).


Tidak cukup dengan mencari saja,  Muhammad Al Fatih juga memberikan kontribusi dalam memajukan pendidikan Islam di Turki Usmani yaitu dengan membangun institusi pendidikan akademi, sekolah, madrasah, bahkan pengaturan gaji guru dan petugas madrasah. Dengan membangun sekolah, Muhammad Al Fatih berharap kualitas pendidikan menjadi lebih baik dan supaya terlahirnya Generasi-generasi muda yang berkualitas di masa depan. 


Di samping itu hal ini, menunjukkan bahwa Muhammad Al Fatih peduli dan perhatian dengan kondisi pendidikan di wilayahnya, untuk memperkuat sistem pendidikan Islam Muhammad Al Fatih memanfaatkan sumber daya yang ada, beliau memahami betapa pentingnya pendidikan bagi kehidupan seseorang. 


Pada pembangunan Daru’l Funun menjadi bukti bahwa beliau memiliki visi yang jauh dan ingin memajukan pendidikan di wilayahnya, dengan mengatur gaji guru atau mensejahterakan pengajar beliau berharap dapat memotivasi para pengajar supaya bisa melakukan tugas mereka dengan baik, Muhammad Al Fatih menyediakan berbagai jenis pendidikan berupa kurikulum dan metode pendidikan. 


Secara tidak langsung hal tersebut, menunjukkan bahwa dia paham bahwa pendidikan yang holistik adalah penting untuk mencetak generasi yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan zaman, beliau membangun madrasah dengan berbagai tingkatan yang berbeda supaya masyarakat dapat mendapatkan pendidikan yang bermutu (Basri, 2023). 


Terlihat dengan jelas bahwa Muhammad Al Fatih ini lebih menekankan pendidikan akhlak karena pendidikan akhlak ini merupakan sebuah pondasi utama yang menentukan karakter seseorang, baik atau buruknya seseorang. Bahkan Muhammad Al-Fatih menanamkan pendidikan akhlak terhadap prajuritnya dengan memberikan khutbah sebelum menaklukan Konstantinopel. 


Hal ini, perlu dilakukannya untuk menumbuhkan karakter atau kepribadian yang tangguh, percaya diri, berani, yakin kepada Allah, berharap kepada Allah, dan menumbuhkan jiwa semangat dalam menghadapi peperangan melawan musuh.


Pendidikan sangatlah berperan penting dalam kehidupan manusia di muka bumi ini, dengan adanya pendidikan maka dapat terlahir juga orang-orang yang terdidik seperti Muhammad Al-Fatih ini. Pada saat itu, Muhammad Al Fatih keluar dari rahim Ibunya ketika ayahnya, sultan Murad II selesai membacakan Q.S. Al-Fatih. 


Kemudian ayahnya meminta para ulama dari berbagai disiplin ilmu untuk mengajarkan Al Fatih tentang matematika, fisika, astronomi, seni perang praktis, militer dan ilmu lainnya. Ini, menunjukkan betapa pentingnya pendidikan bahkan penanaman pendidikan sudah dilakukan ayahnya sejak dini, tidak heran jika Muhammad Al Fatih juga sangat perhatian dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan semasa kepemimpinannya. 


Muhammad Al Fatih menjadi sultan yang hebat karena terlahir dari orang tua yang hebat pula. Peran orang tua dalam pendidikan tentu sangat diperlukan. Akan tetapi, tidak sedikit orang tua yang masih memandang sebelah mata mengenai pentingnya pendidikan. 


Beberapa hal yang dapat diteladani dari tokoh hebat yang berjasa dalam penaklukan Konstantinopel ini yaitu Muhammad Al-Fatih ini memiliki kegigihan, kecerdasan dan ketekunan dalam berbagai aspek, beliau banyak menguasai bahasa. 


Ramzi Al-Munyawi menyebutkan, Sultan Muhammad Al-Fatih menguasai 6 bahasa di antaranya, Turki, Arab, Yunani, Persia, Latin, dan Italia, selain itu beliau juga mempelajari banyak ilmu dari sejak dini sehingga beliau terlahir sebagai sultan yang cerdas dan hebat. 


Beliau tumbuh menjadi seorang yang inovatif, fleksibel, dan penuh kejutan karena beliau senang mempelajari sejarah. Beliau juga mampu menaklukan Konstantinopel karena beliau mampu belajar dari kesalahan orang lain sehingga dapat menyusun strategi dengan baik. 


Hal yang tidak lepas dari Muhammad Al-Fatih yaitu selalu giat beribadah, selain giat dalam beribadah beliau juga memiliki sifat pekerja keras, tidak heran hal ini, terbukti dari keberhasilannya dalam menaklukan Konstantinopel. 


Kerja keras dan kerja cerdas itu ada dalam diri Muhammad Al-Fatih, ia juga merupakan sosok yang adil semasa kepemimpinannya beliau tidak pernah berprilaku kejam pada seseorang dari kalangan kristen. Muhammad Al-Fatih pernah mengatakan “Keadilan sebagai pondasi kekuasaan.” 


Al-Fatih adalah pemimpin yang memiliki keteguhan hati dan keyakinan serta senantiasa bertawakal kepada Allah.


Jadi, jika ditinjau dari perjalanan hidup Muhammad Al-Fatih ini mengenai seberapa penting pendidikan dalam kehidupan bermasyarakat. 


Tentu jawabannya adalah penting sekali, sebab kehidupan ini tidak terlepas dengan yang namanya tantangan. Untuk menghadapi berbagai tantangan diperlukan kerja keras dan kerja cerdas, untuk menjadi seorang yang cerdas harus menjadi orang yang terdidik dan untuk menjadi seseorang yang terdidik diperlukannya pendidikan. Belajar dari kegigihannya sehingga dapat menaklukan Konstantinopel yang bahkan orang lain tidak bisa menaklukkannya. 


Salah satu hal yang berperan dalam keberhasilannya dalam penaklukan Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih ini menanamkan nilai pendidikan akhlak kepada tentaranya sehingga tumbuh semangat yang berkobar dengan penuh keyakinan dalam jiwa prajurit-prajuritnya. 


Pemimpin yang memiliki kecerdasan mampu melakukan strategi dalam menghadapi berbagai kendala dalam peperangan nya, karena sudah mendapatkan pendidikan semenjak kecil Muhammad Al-Fatih mampu menyelesaikan berbagai tantangan yang menghalau. 


Begitupun jika kita menanamkan pemikiran tentang pentingnya pendidikan maka bangsa ini mungkin sudah maju karena akan terlahir jiwa muda yang cerdas dan memiliki semangat yang berkobar. 


Pentingnya pendidikan mampu memajukan diri, keluarga, bangsa dan Negara, bahkan dapat bermanfaat untuk banyak orang. Tidak ada ruginya menjadi orang yang menomorsatukan pendidikan.

*Mahasiswi Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 


Editor: Ach Zaini Khusyairi 



×
Berita Terbaru Update