Fahrurozi, S.HI., M.Pd/Foto: Istimewa |
Mengapa dan apa penyebabnya?
Berbagai kekerasan dan intoleransi itu timbul karena kita atau siapapun juga tidak mampu untuk menahan diri untuk tidak memulai awal dari terjadinya kekerasan tersebut.
Di dunia pendidikan dasar dan menengah misalnya, kita boleh jadi pernah mengalami sendiri atau menyaksikan anak anak tersebut bertengkar bahkan sampai terjadi kekerasan dan pertengkaran fisik.
Hal itu bermula dari seorang anak yang menghina atau mencaci maki anak yang lain, kemudian anak yang dicaci maki itu membalasnya dengan hinaan yang sama atau bahkan lebih.
Ada pertengkaran antar tetangga yang diawali karena tetangga yang satu mencela dan mencaci maki tetangganya yang lain, akibatnya tetangga yang dicaci maki membalas cacian tersebut dengan cacian yang lebih parah lagi.
Masih juga lekat dalam ingatan kita sekitar satu tahun yang lalu, ketika hampir terjadi pertikaian yang menjurus disintegrasi bangsa, antar suku Jawa dan mahasiswa Papua yang saling menghina dan mencaci maki, entah siapa yang memulai, ketika satu suku bangsa menghina dan mencaci suku bangsa lain, maka suku bangsa lain yang di caci dan dihina akan membalas cacian tersebut dengan cacian yang lebih hebat lagi, bahkan melewati batas.
Begitu juga dengan organisasi keagamaan, partai politik, bahkan negara. Jika organisasi keagamaan, partai politik ataupun suatu negara melakukan penghinaan dan mencaci maki terhadap organisasi keagamaan, partai politik dan negara yang lain,maka cacian tersebut pasti akan dibalas dengan caci maki yang sama bahkan lebih buruk lagi.
Dalam kontek agama dan keyakinan pun demikian, tidak diperkenankan pemeluk agama yang satu menghina pemeluk agama atau tuhan agama yang lain, karena jika itu dilakukan maka orang orang pemeluk agama yang dihina akan membalasnya dengan lebih buruk dan melampaui batas.
Lebih lebih bagi umat Islam, hal tersebut tegas dilarang oleh Alloh dalam surat Al An'am ayat 108.
ولاتسبواالذين يدعون من دون الله فيسبوا الله عدوا بغير علم...
Wahai orang Islam,janganlah kamu sekalian mencaci maki orang orang yang menyembah selain Alloh, jika itu kamu lakukan, maka orang orang yang menyembah selain Alloh akan mencaci maki Alloh dengan melewati batas dan tanpa pengetahuan....
Ayat ini tegas melarang kita untuk memulai melakukan caci maki terhadap orang yang berbeda agama dan keyakinan, karena mereka akan membelanya dengan secara "ngawur".
Apabila kita tarik ayat tersebut dalam kehidupan sehari hari, maka tidak hanya dalam masalah agama saja kita dilarang mencaci maki, tetapi juga dalam hal hal yang lain. Dengan demikian jika kita tidak ingin dihina orang lain, maka kita harus bisa menahan diri untuk tidak menghina orang lain, tidak mencaci maki organisasi lain, tidak mencela partai lain, tidak melecehkan suku bangsa lain.
Dari fakta yang terjadi di sekitar kehidupan kita, baik dalam bermasyarakat, berorganisasi, berpolitik, bernegara dan beragama, kiranya dapat kita tarik benang merahnya, bahwa segala bentuk kekerasan, pertikaian dan permusuhan disebabkan karena kita tidak bisa menahan diri, marilah kita tidak memulai mencaci dan menghina apapun dan siapapun dalam menjalani hidup ini, sehingga toleransi, saling menghargai dan menghormati akan hadir di tengah tengah kehidupan kita.
Ayat tersebut jarang sekali dimunculkan dan dijadikan pondasi atau dalil Naqli dalam melestarikan perdamaian, seandainya setiap orang muslim tahu dan faham serta mau mengamalkannya dalam kehidupan sehari hari, maka gesekan, permusuhan dan pertikaian antar sesama anak bangsa dan sesama manusia akan terhindarkan.
Lebih dari itu, ilmu atau pengetahuan yang kita ambil dari surat Al An'am tersebut, tidak hanya sekedar menjadi ilmu pengetahuan saja, tapi harus kita amalkan agar derajat nya naik menjadi ilmu yang bermanfaat. Setelah ilmu itu kita amalkan, marilah kita istiqomahkan untuk selalu bisa menahan diri dari mencela dan menghina apapun dan siapapun.
ilmu pengetahuan yang kita amalkan, kemudian kita istiqomahkan maka dengan sendirinya akan muncul tsaqofah atau budaya toleransi antar sesama umat manusia.
Jadi tsaqofah atau kebudayaan tidak bisa hadir secara tiba tiba tanpa melalu tahapan tahapan yang harus dilalui sebelumnya.
Secara garis besar jika kita ingin menghadirkan budaya yang positif didalam kehidupan kita bermasyarakat, bernegara dan bergama, maka tahapan berikut bisa dijadikan salah satu referensi.
ILMU--->AMAL--->ISTIQOMAH--->TSAQOFAH atau KNOWLEDGE --->PRACTICE--->CONTINUITY --->CULTURE.
Yang benar datang dari Alloh, jika banyak kesalahan kiranya dari pribadi saya sendiri